Skandal Waduk Tembesi: Pengusaha Bermain, Penegak Hukum Diam?

More articles

Batam, investigasi.news – Dugaan penimbunan di kawasan Waduk Tembesi oleh PT Kerabat Budi Mulia memicu kecaman keras dari Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI) Kepulauan Riau. Aktivitas tersebut dinilai mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap objek vital negara, khususnya sumber air baku yang menjadi kebutuhan masyarakat luas.

IPJI KEPRI menilai kasus ini sebagai alarm serius bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. Dalam pernyataannya, organisasi tersebut menegaskan bahwa praktik penimbunan waduk bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan tindakan yang mengarah pada kejahatan lingkungan hidup.

“Ini bukan pelanggaran biasa. Ini dugaan kejahatan lingkungan hidup. Yang lebih memprihatinkan adalah indikasi pembiaran,” tegas IPJI KEPRI.

Pernyataan ini semakin menguat ketika publik melihat bahwa undang-undang sebenarnya telah mengatur dengan tegas perlindungan sumber daya air dan lingkungan hidup. Namun di Batam, penegakan aturan dianggap tidak berjalan sebagaimana mestinya. Waduk yang seharusnya dilindungi negara justru dibiarkan mengalami aktivitas yang berpotensi merusak ekosistemnya.

Dari sini muncul pertanyaan publik mengenai efektivitas pengawasan lembaga berwenang. Banyak pihak mempertanyakan mengapa BP Batam belum menghentikan aktivitas tersebut dan mengapa kepolisian belum mengambil tindakan hukum di lapangan. Situasi ini menimbulkan kesan bahwa respons lembaga terkait berjalan sangat lambat dibanding urgensi kerusakan yang terjadi.

Keraguan publik semakin kuat ketika meninjau dasar hukum yang berlaku. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur ancaman pidana 3–10 tahun serta denda Rp 3–10 miliar bagi tindakan yang menyebabkan kerusakan lingkungan berat. Selain itu, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air juga memberi sanksi hingga enam tahun penjara dan denda hingga Rp 10 miliar bagi pihak yang menimbun atau mengubah fungsi waduk tanpa izin. Dengan regulasi yang sejelas ini, publik menilai seharusnya penegakan hukum dapat dilakukan lebih cepat.

Namun di lapangan, aktivitas yang diduga ilegal itu dikabarkan masih berlangsung. Tidak terlihat adanya penyegelan, garis polisi, ataupun penghentian sementara dari BP Batam. Kondisi ini membuat masyarakat menilai bahwa hukum berjalan tidak seimbang—keras kepada masyarakat kecil, tetapi tumpul ketika berhadapan dengan pengusaha besar. IPJI KEPRI bahkan menyebut bahwa pembiaran terhadap dugaan penimbunan waduk merupakan bentuk kegagalan institusi dalam melindungi kepentingan publik.

Situasi ini memunculkan berbagai dugaan dan pertanyaan di tengah masyarakat. Apakah terjadi kelalaian dalam pengawasan? Adakah kongkalikong di balik proyek tersebut? Ataukah ada kepentingan tertentu yang menyebabkan tindakan hukum tertunda? Tanpa transparansi, kecurigaan semacam ini sulit dihindari.

Jika dugaan pelanggaran tersebut terbukti, pemerintah sebenarnya memiliki kewenangan untuk mencabut izin perusahaan, memberikan sanksi administratif, melakukan pembongkaran paksa, hingga mengambil kembali lahan negara. Namun hingga saat ini, belum ada satu pun langkah tersebut yang terlihat dilakukan. Kondisi ini semakin memperkuat persepsi bahwa penegakan hukum tidak berfungsi secara optimal.

Dengan melihat semua fakta tersebut, IPJI KEPRI menegaskan bahwa penyelesaian kasus Waduk Tembesi tidak cukup hanya menyasar perusahaan yang diduga melakukan penimbunan. Yang lebih penting adalah menginvestigasi proses pengawasan oleh BP Batam dan kepolisian, sebagai institusi yang memegang tanggung jawab utama melindungi waduk dan sumber air masyarakat.

Waduk adalah sumber kehidupan. Merusaknya adalah pelanggaran; membiarkannya adalah kegagalan. Karena itu, IPJI KEPRI mendesak BP Batam dan kepolisian untuk segera mengambil langkah tegas dan transparan demi mengembalikan kepercayaan publik serta memastikan lingkungan tetap terlindungi sebagaimana amanah undang-undang.

Francisco Crons

- Advertisement -spot_img

Latest