Solsel, Investigasi.news
Mengisi waktu di tengah wabah pendemi covid-19, Bustanul yang berprofesi sebagai jurnalis di kabupaten Solok Selatan (Solsel) berhasil meramu aneka sampah kulit buah-buahan dan daun yang mengandung unsur Nartium Fosfor Kalium (NPK) menjadi cairan organik multiguna (Bio Enzim).
“Penemuan berawal saat saya mengikuti pelatihan berbasis lingkungan yang difasilitasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Solsel sehingga membuat saya menjadi tertarik untuk mengembangkan produk bio enzim ini,” kata Bustanul yang akrab disapa Deno tersebut Kamis (9/9/2021).
Dari hasil pelatihan tersebut, kata Deno didapatkan materi yang berguna dalam pengolahan sampah organik. “Banyak manfaat ternyata hasil limbah atau sampah organik ini padahal selama ini terabaikan begitu saja. Apalagi saya melihat pengolahan sampah masih menjadi momok. Secara umum belum terkelola maksimal,” ujarnya.
Selain itu, ia juga berkeinginan untuk membantu petani dalam hal menjawab kelangkaan pupuk. “Manfaatnya lebih bagus untuk tanaman dan menjaga unsur hara tanah karena organik serta harga lebih ekonomis,” sebutnya.
Deno mengatakan cairan Bio Enzim dapat dimanfaatkan untuk pupuk tanaman, obat detok atau terapi luar untuk mengeluarkan racun dalam tubuh dan bisa dimanfaatkan untuk menghilangkan bau menyengat, seperti bau pada kandang ternak dan toilet. “Bisa juga sebagai cairan pencuci pakaian atau peralatan rumah tangga,” lanjut Deno.
Sampah aneka buah-buahan tersebut diperolehnya dari pedagang buah dan sampah organik rumah tangga. “Saya kumpulkan kulit buah-buahan dari pedagang, selain ini juga mengumpulkan daun-daun yang mengandung NPK dan mudah didapatkan. Contohnya daun pepaya, singkong, serai, pandan serta daun bambu,” jelasnya.
Adapun jenis kulit buah-buahan yang sering digunakan sebagai bahan pembuat bio enzim tersebut adalah, kulit pepaya, pisang, nanas, manggis, jeruk, semangka dan mengkudu. “Kecuali limbah kulit buah durian, kelapa, salak, alpukat dan aneka kacang-kacangan. Intinya kulit buah yang keras dan berminyak tidak bisa digunakan,” katanya.
Pembuatannya, kata Deno, aneka limbah kulit buah itu dikumpulkan dan dibersihkan lalu difermentasi selama lebih kurang tiga bulan. “Dalam berat wadah 25 liter, sampah organik bisa menghasilkan bio enzim sekitar 15 liter dan sisanya ampas yang juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik,” tuturnya.
Sejauh ini hasil produk bio enzym, sebut Deno, sudah dipasarkan melalui jaringan relasi dan beberapa warung. “Sebetulnya saya terkendala oleh peralatan baik itu transporatasi untuk mengangkut sampah organik dalam jumlah banyak maupun peralatan mesin. Saya hanya menggunakan cara konvensional atau secara manual,” ujarnya.
Bustanul saat memperkenalkan produk Bio Enzim Karya Baru Produk Bio Enzim hasil produksi Deno dinamakan Bio Enzim Karya Baru yang sudah difatarkan melalui UMKM Diskoperindag Solsel. Dan dikemas dalam botol isi 250 mili liter dengan harga Rp25 ribu.
Elisman Hia seorang petani Porang di Solsel mengatakan manfaat dari bio enzim sangat mempengaruhi kesuburan tanaman porang. “Saya sudah mencoba menggunakannya dan ternyata memang cukup bagus dan pertumbuhan buah juga lebih baik,” tutupnya.
Dn