jakarta, Investigasi.news – Aliansi Mahasiswa Maluku Utara Anti Korupsi Jakarta, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI ) pada senin (7/8) dini hari.
Dalam aksi tersebut, mereka mendesak KPK RI untuk segera memanggil dan memeriksa Kepala Balitbangda Kota Ternate, Rizal Marsaoly, atas terkait transaksi pembayaran Eks kediaman Gubernur Maluku Utara, yang terletak di Kelurahan Kalumpang, Kecamatan Ternate Tengah, Provinsi Maluku Utara, yang bernilai, Rp. 2,8 Miliar.
Dalam orasinya, Kordinator lapangan (Korlap) Ubay, mengatakan, lembaga KPK yang dimandatkan rakyat dan negara tentunya memiliki legitimasi hukum untuk melihat problem pembelian rumah eks kediaman Gubernur Maluku Utara yang terindikasi adanya praktek penyalahgunaan anggaran atau korupsi.
Pembelian rumah/eks kediaman gubernur yang terletak di Kelurahan Kalumpang, Kecamatan Ternate Tengah itu menggunakan APBD tahun 2017 senilai Rp. 2,8 Miliar, sudah selesai.
Namun, kata Ubay, anehnya dibulan Februari 2018 Pemerintah Kota Ternate telah melakukan transaksi, dalam hal ini anggaran senilai Rp. 2,8 Miliyar ke rekening Gerson Yapen, sebagai orang yang diduga mengklaim pemilik tanah tersebut.
Padahal dalam putusan pengadilan Mahkamah Agung RI Nomor 191 K/Pdt/2013 atas gugatan pemilik lahan eks kediaman gubernur Maluku Utara, Noke Yapen dengan memiliki sertifikat hak milik nomor 227 tahun 1972 bahwa dalam putusan tersebut status pemilik lahan dikembalikan ke pemerintah bukan milik perorangan, termasuk salah satunya Gerson Yapen.
Lanjut Ubay, diperkuat dalam dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Provinsi Maluku Utara tahun 2016, menyebutkan bahwa tanah dan bangunan rumah dinas kediaman gubernur Maluku Utara tersebut adalah aset milik Pemerintah Daerah.
“Yang kita pertanyakan adalah, kan sudah dasar hukum keputusan tertinggi Mahkamah Agung RI, kenapa tidak direalisasikan, bahwa itu adalah aset milik daerah bukan milik perseorangan, toh kenapa Pemerintah Kota Ternate malah membayar 2,8 Miliar kepada Gerson Yapen,” ungkap Ubay.
Kita menduga adanya permainan Pemerintah Kota Ternate yang patut bertangungjawab tentunya adalah Rizal Marsaoly, yang ketika itu menjadi Kadis Perkim Kota Ternate.
Oleh sebab itu, Promblem seperti ini KPK harus membuka mata, melakukan investigasi lebih dalam, menindak lanjuti lebih tegas karena yang digunakan adalah APBD Kota Ternate, serta memanggil dan memeriksa mantan Kadis Perkim Kota Ternate Sdr, Rizal Marsaoly.
Adapun tiga tuntutan utama yang dibacakan di hadapan gedung KPK RI yaitu.
1. Mendesak KPK RI untuk segera memanggil dan Memeriksa Rizal Marsaoly selaku Bapelitbangda Kota Ternate yang diduga terlibat dalam penggelapan dan menggunakan dana APBD 2018 senilai 2,8 Milliar.
2. KPK RI harus mengusut tuntas transaksi jual beli rumah eks kediaman Gubernur Maluku Utara yang disinyalir melibatkan beberapa oknum salah satunya Rizal Marsaoly yang telah merugikan keuangan daerah.
3. Tangkap dan penjarakan Rizal Marsaoly.
( Y. Tabaika )