Jember, Investigasi.news – Ucapan calon Bupati Jember, Muhammad Fawait yang mengungkit-ungkit tragedi konflik politik berdarah tahun 1965 Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) berbuntut panjang.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun menggelar penanganan karena mendapat laporan bahwa hal itu diduga sebagai pelanggaran pidana Pemilu. Bahkan, menuai reaksi publik dengan sorotan tajam.
Pasalnya, setiap kandidat kepala daerah dilarang menghina seseorang, berbuat SARA (suku, ras, agama, antar golongan), menghasut, memfitnah, dan adu domba masyarakat saat berkampanye. Fawait berpotensi dijerat Pasal 69 Undang-Undang tentang Pilkada.
“Juncto adalah pasal 87 Ayat (2) yang menyatakan setiap orang yang melanggar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga bulan dan paling lama 18 bulan dan atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta,” ulas Komisioner Bawaslu Jember Devi Aulia Rahim.
Bawaslu bakal menggali ada tidaknya unsur yang memenuhi tindak pelanggaran tersebut. Semula Bawaslu sudah menerima keterangan pelapor, dan memeriksa empat orang saksi.
Bawaslu mempersiapkan langkah untuk meminta pendapat ahli bahasa untuk menelaah muatan, konteks, dan makna dari setiap ucapan Fawait terkait pengangkatan isu G30S/PKI.
“Kami mengundang ahli bahasa dari luar kota untuk mengantisipasi benturan langsung kepentingannya dengan Pilkada Jember,” ujar Devi, Kamis, 7 November 2024.
Sehari sebelumnya, Rabu, 6 November kemarin, sebenarnya adalah jadwal Bawaslu memeriksa Fawait. Namun, politikus Partai Gerindra itu tidak hadir dengan alasan masih diluar kota.
“Undangan sudah kami kirim, tapi tim hukum Fawait menyampaikan yang bersangkutan masih di luar kota,” ungkap Devi.
Fawait tepatnya berada di Jakarta. Ia tidak menjelaskan detail kegiatannya di ibu kota negara Indonesia itu. ” Saya di Jakarta,” jawabnya membalas konfirmasi.
Kegiatan Fawait di Jakarta tidak gamblang. Tapi, di hari yang sama tersiar kabar dari KPK yang sedang memeriksa mantan Ketua DPRD Jatim, Kusnadi di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.
Kusnadi terjerat kasus korupsi dana hibah proyek Pokir yang ditaksir senilai total Rp1,8 triliun. Belasan orang menjadi tersangka buntut KPK menangkap tangan mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak. Fawait yang pernah bersama menjadi anggota DPRD Jatim, sementara ini masih berstatus saksi.
Sebelumnya diberitakan, ikhwal Fawait tersandung masalah mengungkit isu G30S/PKI bermula dari pidatonya ke hadapan ratusan orang timnya di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo pada tanggal 21 Oktober 2024 malam.
Pidatonya tentang menukil G30S/PKI berupa olahan rekaman video justru diunggah melalui akun instagram maupun akun tiktok yang digunakan secara resmi oleh Fawait.
Dia menyatakan diri sebagai calon berlatar belakang santri yang ingin menang di Pilkada. Tapi, menuding bahwa ada yang menghadang langkahnya. Penghadangan itu disebut Fawait nyaris serupa dengan G30S/PKI.
“Ada upaya yang begitu besar, ingin menghadang santri memimpin Kabupaten Jember dengan menebar hoaks, dengan mengolok-olok, dengan memfitnah, dengan membuat sebuah berita-berita yang keji. Saya kok kayaknya ingat seperti Gerakan 30S/PKI yang ingin menghabisi para ulama, yang ingin menghabisi para kiai, yang ingin menghabisi para santri di republik ini,” teriaknya.
“Tapi saudara-saudara, saya tahu, bahwa kita semua yang berkumpul di tempat ini tidak akan rela, ketika santri dibegitukan. Maka tidak ada kata lain kecuali lawan dan kita harus menang atau menang mutlak. Takbir… Takbir… Takbir…” seru Fawait.
Sejumlah tokoh ulama hingga akademisi menyesalkan ucapan Fawait yang dianggap bisa saja membuka luka lama friksi antar golongan di masyarakat. Mengingat, G30S/PKI adalah sejarah kelam yang sempat menjadi alat stigmatisasi politik.
Kendati ada pula akademisi di lain pihak yang merasa pidato Fawait tidak masalah. Sehingga, tidak perlu dipersoalkan. Js