Malut, Investigasi.news – Terkait tudingan serta laporan polisi dugaan penganiyaan yang dilayangkan Husni Usia atau HU kepada terlapor Hendrata Thes (HT), siang tadi awak media kami melakukan penelusuran ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) desa Fatiba, Kecamatan Sulabesi Tengah.
Tiba di lokasi sekitar pukul 13.00 WIT, suasana didesa Fatiba dan lokasi kerja/asphalt mixing plant (AMP) milik HT nampak biasa-biasa saja dan cenderung kondusif, saat dijalan tadi awak media sempat berpapasan dengan unit truck yang memobilisasi alat berat milik HT yang akan dipindahkan ke desa Soamole, karena memang kabarnya akan pindah lokasi kerja dan AMP.
Kemudian sampai dilokasi, awak media kami disambut senyum dua ibu setengah baya yang menjadi pemecah batu disitu di lokasi AMP milik HT.
Tapi tujuan awak media investigasi bukan kedua Ibu tadi melainkan orang yang menjadi saksi mata saat terjadi insiden kemarin antara HU dan HT.
Akhirnya kami ketemu pekerja bernama Jo yang mengaku tau persis kejadian tersebut.
“Kemarin kejadiannya siang seperti ini lah, jadi awalnya Pak HU sempat mencegat Pak HT, kemudian PK HT mengajak ke bedeng di sini sudah (lokasi kerja) untuk bicara baik-baik”, ungkap Jo kepada investigasi.news (26/3).
Lanjut Jo menceritakan, bahwa terjadi perdebatan, dan insiden saling dorong, akan tetapi Jo menyatakan dan menjamin bahwa tidak ada pemukulan (penganiyaan).
“Tidak ada pemukulan, saya berani bersaksi karena saat kejadian saya ada, jadi tau persis”, tambah Jo lagi.
Setelah meminta keterangan dari Jo yang menjadi saksi mata percekcokan antara HU dan HT yang berujung pada laporan dugaan penganiyaan ke SPKT Polres Sula, awak media kami juga sempat mem photo lokasi AMP milik HT serta memperhatikan jalan masuk yang menjadi objek percekcokan.
Dari situ awak media kami sempat mewawancarai salah satu warga desa Fatiba, sayangnya untuk satu dan lain hal warga ini minta tidak disebutkan namanya.
Dari keterangan warga ini ada info menarik bahwa warga Fatiba tidak mencampuri masalah antara HU dan HT, menurut mereka itu masalah pribadi dan tidak melibatkan masyarakat Fatiba secara keseluruhan.
“Kami tidak membela ke HU maupun HT namun kami hanya mau menyampaikan barang yang lurus tanpa direkayasa”, kata warga ini.
Menurutnya, HU tidak mempunyai dasar meminta uang ke HT, karena HU bukan pemilik lahan, bukan pemerintah desa dan tidak mempunyai kontrak kerja atau perjanjian dengan HT.
“Dia minta uang dasarnya apa? Kan harus mempunyai dasar, kalo tidak punya dasar berarti itu ilegal, dan justeru itu yang disebut premanisme”, sambung warga Fatiba tadi.
Terakhir warga Fatiba mengatakan jika hasil musyawarah antara desa dengan HT beberapa bulan lalu tidak bisa dijadikan dasar untuk HU meminta sejumlah uang kepada HT.
“Intinya masyarakat Fatiba tidak campur dong dua (mereka) punya masalah”, tutupnya.
( RL )