Rantau Prapat, Investigasi.news – Sesuai dengan informasi yang diperoleh investigasi.news 3 (tiga) hari yang lalu, Kamis (20/3/2015). Dari hasil penelusuran, per-tanggal 23 November 2024, Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) Tanjung Balai keluarkan pernyataan melalui surat hasil pemeriksaan rutin pengawasan BPOM dengan Nomor Surat : T-PW.01.10.3C.11.24.624 tanggal 23 November 2024.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan dalam rangka pemeriksaan rutin tanggal 30 Oktober 2024 dengan nomor surat tugas PW.01.10.3C.10.24.1164 tanggal 28 Oktober 2024 pada IFRS RSUD Rantauprapat ditemukan adanya 2 pelanggaran. Kedua pelanggaran tersebut yakni, pelanggaran Mayor dan pelanggaran Minor.
Pelanggaran Mayor yang dilakukan oleh RSUD Rantauprapat antara lain : penyimpanan Diazepam tidak sesuai ketentuan. Obat dikeluarkan dari kemasan asli ke dalam kemasan plastik klip transparan tanpa diberi identitas produk. Seperti na obat dan tanggal kadaluarsa.
Kemudian pelanggaran yang dilakukan yakni, penyimpanan dan pengerjaan formalin pada depo farmasi di instalasi bedah sentral tidak memiliki tempat/ruang khusus, melainkan di depo tersebut di depan lemari obat. Hal ini berisiko mengkontaminasi obat lainnya dan membahayakan kesehatan petugas.
Lanjut, pengelolaan obat dispensing di depo rawat jalan tidak sesuai ketentuan CPOB di rumah sakit. Tidak ada ruang khusus dispensing obat, melainkan di atas meja ruang pelayanan rawat jalan dimana petugas lalu lalang menyiapkan obat lainnya.
Debu/limbah dispensing dihirup langsung oleh petugas yang melakukan dispensing tidak memakai APD (masker, sarung tangan). Fasilitas tempat cuci tangan tidak memudahkan petugas melakukan pencucian alat kotor. sehingga petugas tidak sering melakukan pembersihan alat yang menyebabkan terjadinya campur baur dengan bekas obat racikan.
Penyimpanan obat Cold Chain Produk (produk rantai dingin) pada beberapa depo masih ditemukan termometer dalam keadaan rusak, tidak dilakukan kalibrasi berkala dan tidak ada catatan monitoring suhu. Hal ini ditemukan pada depo rawat inap, depo IGD, depo rawat jalan dan gudang instalasi farmasi.
Masuk pada pelanggaran Minor. RSUD Rantauprapat melanggar yakni, pada saat penerimaan obat, petugas gudang farmasi tidak melakukan pemeriksaan/pengecekan menyeluruh terhadap tanggal kadaluwarsa dan nomor bets obat.
Ditemukan produk mendekati ED (Expayed) 2 hari sebelum kadaluwarsa, yakni Allupurinol 100mg (Oktober 2024) pada rak obat. Hal ini tidak sesuai dengan keterangan petugas untuk memisahkan produk ED minimal 1 bulan sebelumnya. Pada rak gudang, penyimpanan obat pada depo rawat jalan masih ditemukan barang pribadi petugas, dan ditemukan sebagian kecil obat dilantai/tidak menggunakan palet.
Dari pelanggaran – pelanggaran tersebut, BPOM menyebutkan dalam surat hasil pemeriksaannya mengutarakan, pelayanan farmasi RSUD Rantauprapat telah melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standart Pelayanan Ke Farmasian di Rumah Sakit Bab IV.
Kemudian, melanggar Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengawasan Pengelolaan obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi di fasilitasi pelayanan kefarmasian, Pedoman Pengelolaan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor, farmasi yang baik di fasilitasi pelayanan kefarmasian.
Sehubungan dengan pelanggaran tersebut, kepada sarana IFRS RSUD Rantauprapat Jalan K.H. Dewantara No.129 Kecamatan Rantauprapat Utara, Rantauprapat, diberikan sanksi administrasi berupa “PERINGATAN”. Adapun point’ – point’ “PERINGATAN” tersebut yakni, pihak RSUD Rantauprapat melakukan tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan, menyerahkan hasil tindakan perbaikan ke Loka POM di Kota Tanjung Balai selambat – lambatnya 21 hari kerja sejak diterbitkan surat hasil pemeriksaan Loka POM dan ditembuskan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu.
Dari adanya surat hasil pemeriksaan tentang kelayakan farmasi, BPOM meminta kepada RSUD Rantauprapat agar mematuhi peraturan dan perundangan – undangan yang berlaku. Namun jika terulang kembali, RSUD Rantauprapat akan dikenakan sanksi.
Dalam pelanggaran Mayor, beberapa pihak yang dapat dirugikan adalah masyarakat, pasien, keluarga pasien dan rumah sakit. Menurut referensi Undang – Undang Nomor 44 tahun 2009 diubah dengan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, jika pihak kerugian pada masyarakat berupa sebab kerusakan kesehatan, keamanan dan keselamatan.
Jika pada pasien, pelanggaran Mayor dapat menyebabkan kesalahan diagnosis, pengobatan, atau pengabaian. Sedangkan untuk keluarga pasien, kerusakan emosional, biaya tambahan dan kehilangan pendapatan. Kerugian terhadap rumah sakit, tercoreng nama dan para tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit.
Pelanggaran Mayor pada Rumah Sakit dapat berupa Pidana Penjara paling lama 5 tahun. Pelanggaran Mayor pada Rumah Sakit yang berat dapat dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun.
Untuk denda Pidana paling banyak Rp.500.000.000 sampai yang berat dapat dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000. Pidana tambahan dapat berupa pemberhentian dari jabatan Pelanggaran dan dikenakan pengawasan khusus.
Dasar Hukum Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 48 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang kesehatan dapat dikenakan sanksi pidana. (Ricky).