Memiliki jaminan hukum, bukan berarti pers kebal akan hukum. Dunia pers lebih dari sekedar meliput berita kemudian unggah. Ada hal-hal kecil nan fatal yang bisa dipidanakan, jika pers tidak berhati-hati dalam melakukan verifikasi atas berita yang diterbitkannya. Hal-hal yang sering terabai seperti pencemaran nama baik, pemberitaan bodong, kronologis yang tidak sesuai fakta dan sebagainya, bisa membawa wartawan bahkan media yang menerbitkan sebuah berita kepada ranah pidana. Pers memang punya aturan dan etikanya, tapi dunia punya hukum dan pidanan teruntuk siapa saja yang terganggu kedamaiannya.
Delik pers merupakan kompilasi hukum-hukum KUHP dan UU ITE yang berkenaan dengan pers, yang dilanggar oleh pers atau wartawan yang bersangkutan. Delik pers kebanyakan berhubungan dengan penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal KUHP, seperti pasal 134, 136, 137, yang mengatur soal penghinaan terhadap Presiden dan wakil Presiden. Penghinaan terhadap Raja, Kepala Negara sahabat, atau Wakil Negara Asing yang terdapat pada pasal 142, 143, 144. Tidak lupa pasal 207, 208, dan 209 tentang penghinaan terhadap institusi atau badan umum, seperti DPR, menteri, kejaksaan, kepolisian, gubernur, bupati, camat, dan sebagainya. Untuk masyarakat umum juga diatur dalam pasal 310, 311, dan 315. Pasal 317 berkenaan fitnah karena pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, serta pasal 320 dan 321 berkenaan dengan pencemaran atau penghinaan terhadap seseorang yang sudah meninggal.
Delik pers sendiri bukanlah istilah hukum yang resmi. Istilah delik pers ini muncul untuk menggaris bawahi pasal-pasal KUHP dan UU ITE yang berkenaan dengan pers, bahkan, dalam UU Pers sendiri dan dalam UU No. 40/1999 tentang Pers, tidak ada peneguhan resmi atas penamaan delik pers ini. Delik pers haruslah menjadi pengetahuan dasar dan umum bagi wartwan dan pers sendiri, karena jika pers memenuhi hal-hal seperti :
1. Penyebarluasan opini melalui produk cetak.
2. Opini yang tersebarluas ialah tindakan yang sah untuk dipidanakan secara hukum.
3. Opini yang tersebarluas dan sah untuk dipidanakan tersebut, harus dapat dibuktikan telah dipublikasi dan ada pruduknya.
Maka tindakan pers tersebut dapat digolongkan kepada delik pers. Jika tiga hal ini tidak terpenuhi, maka pers belum dapat dituntut dan dipidanakan.
Untuk wartawan sendiri, ada dua hal yang harus dipenuhi agar wartawan dapat diminta pertanggung jawaban dan dipidanakan atas berita yang dipublikasikannya, yaitu, wartawan yang bersangkutan mengetahui sebelumnya isi berita dan tulisan yang dimaksud dan wartawan yang bersangkutan secara sadar tahubahwa tulisan yang dimuatnya dapat dipidana. Jika dua hal ini belum terpenuhi, maka wartawan belum dapat dipidanakan .
Delik pers sendiri mempunyai dua bentuk. Pertama, delik pers biasa. Delik pers ini, muncul tanpa adanya pelaporan atau pengaduan. Delik pers biasa ini, biasaanya berkenaan dengan pemberitaan yang menyangkut presiden dan wakil presiden. Kedua, delik pers aduan. Seperti namanya, delik ini terjadi karena adanya laporan atau aduan kepada pihak kepolisian yang menjurus kepada pers. Selama tidak ada laporan ,maka pers tidak bisa dipidanakan.
Mengetahui adanya delik pers bagi seorang wartwan dan media pers, menjadi sebuah keharusan. Hal-hal yang di terlihat sepele, namun dapat menyeret kepada kubang pidana yang menakutkan. Kehati-hatian dan verifikasi sangat diperlukan agar media tetap bisa berkabar dan meradar.
Penulis : Kharisma Puti Adelya | kharismaputiadelya@gmail.com
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Andalas