Manokwari, Investigasi.News – Dugaan Aktivitas tambang emas ilegal di kawasan Wasirawi, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari kembali menyulut perhatian publik. Sosok Syamsir, nama yang pernah mencuat dalam skandal serupa, kini kembali disebut sebagai aktor utama di balik operasi tambang tanpa izin yang merajalela di wilayah tersebut.
Informasi yang dihimpun tim InvestigasiNews mengungkap, Syamsir diduga kuat mengendalikan sejumlah titik penambangan ilegal, lengkap dengan dukungan alat berat, pasokan logistik, dan puluhan pekerja yang beroperasi tanpa pengawasan negara. Di kalangan lokal, ia bahkan dijuluki sebagai “ketua kelas” alias big boss tambang ilegal di Wasirawi.
Ironisnya, nama Syamsir bukan pemain baru. Dalam catatan media, ia pernah disebut terkait kasus serupa—bahkan dilaporkan pernah melaporkan wartawan ke pihak berwajib usai munculnya pemberitaan investigatif yang menyinggung keterlibatannya.
Namun hingga kini, tidak pernah ada proses hukum yang menjeratnya secara tegas. Tambang-tambang ilegal yang diduga berada di bawah kendalinya terus beroperasi tanpa sentuhan aparat.
Tim InvestigasiNews menelusuri kediaman yang diduga milik Syamsir di kawasan SP 5, Distrik Masni. Di lokasi, tim hanya menemui seorang pria bernama Aswar, yang mengaku sebagai penjaga rumah.
“Kalau urusan tambang, ada orang lain yang urus. Saya cuma jaga rumah,” ujar Aswar, singkat.
Namun pantauan lapangan menemukan indikasi kuat: sejumlah genset, drum bahan bakar, dan unit ekskavator terparkir di sekitar lokasi—semua ini menguatkan dugaan bahwa rumah tersebut adalah pusat kendali logistik aktivitas tambang ilegal di wilayah itu.
Sejumlah warga dan aktivis lingkungan menyuarakan keresahan. Tambang ilegal bukan hanya soal kerugian negara, tapi juga soal kehancuran ekologis yang berdampak langsung ke masyarakat.
“Kalau ini benar dibiarkan, artinya negara menyerah pada mafia tambang,” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya.
Padahal, dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba, pelaku tambang tanpa izin (IUP) bisa dijerat hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Namun hingga berita ini dirilis, tidak ada satu pun keterangan resmi dari aparat penegak hukum maupun Dinas ESDM Papua Barat. Sunyi senyap dari para penegak hukum ini justru memperkuat asumsi publik: ada kekuatan tak kasat mata yang melindungi operasi tambang ilegal ini.
John