Malut, Investigasi.news – Kecewa dengan penegakan supremasi hukum Polres Kepulauan Sula dan Pengawasan Pilkada dari Bawaslu Sula, Munandar Silayar penggiat media sosial Kepulauan Sula angkat bicara, bahwa masyarakat akan semakin pesimistis dengan Aparatur Penegak Hukum atau APH di Kepulauan Sula.
“Tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga APH akan semakin menurun, dan semakin terlihat jika penegakan hukum dan aturan perundangan-undangan itu dilakukan dengan tebang pilih”, ucap Munandar Silayar (MS) kepada investigasi, Selasa 20 Agustus 2024.
Di Sula seakan-akan orang bebas melakukan apa saja asalkan dia punya kekuasaan (pejabat-red), tambahnya.
“Kalian masih ingat penyerangan (persekusi) yang menimpa wartawan di Sula, kasusnya SP3 karena terlapornya pejabat ASN Pemda Sula, padahal secara visual kita lihat dari tayangan video saja hal tersebut adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH), sekarang terjadi lagi Pejabat ASN Pemda Sula hasut orang, provokasi Kades untuk saling iris, saling potong demi menangkan Pilkada, dan kasusnya bebas juga katanya tidak mengandung unsur, kalo sudah begini lalu hukum dimana, apa dia ada tapi tertutup mata dan telinganyaโ, ungkap Munandar Kesal.
Kondisi ini menurutnya, bisa menimbulkan rasa frustasi di masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam penegakan aturan dan supremasi hukum.
“Rasa kecewa kita masih melekat dengan kasus OTT DPRD Pemda Sula, kemudian muncul lagi luka baru soal konspirasi Korupsi BTT Pemda Sula tahun 2021, luka itu belum kering malah menambah borok baru dengan kasus dua oknum Pejabat Pemda Sula”, pungkas Munandar pia sua rantau yang cukup peduli dengan masalah-masalah di negeri ini.
Pernah viral dengan video tantangannya ke Kamarudin Mahdi untuk duel satu lawan satu, Karen kesal dengan ujaran Kamarudin Mahdi dan Suwandi Gani yang mengajak orang โbaku iris dan baku potong’ pada rekaman 40 menit 20 detik, kini Munandar menilai jika rasa frustasi masyarakat bisa saja terafiliasi.
โJangan salahkan masyarakat jika kemudian mereka melakukan tindakan main hakim sendiri, karena bisa saja ini terjadi lantaran kecewa dengan kondisi yang ada”, tandas Munandar Silayar (MS).
Informasi yang masyarakat terima menyangkut video rekaman berdurasi 40 menit 20 detik itu bukan hoax tapi nyata adanya, justeru rekaman video tersebut bermuatan provokasi dan ujaran kebencian, jika memang kasus ini tidak mau terproses harusnya ada bukti penelitian forensik bahwa suara itu bukan milik dua oknum pejabat Pemda dan sejumlah Kades di Sula, karena jika tidak ada keterangan secara forensik dan mudah saja APH bilang tidak memenuhi unsur, maka di Kepulauan Sula orang akan bebas bicara dan mengajak orang lain โbaku iris dan baku potongโ untuk mencapai satu tujuan yaitu menang Pilkada, dan orang itu bisa bebas, mau dia ASN, dia Kades, karena faktanya mereka lolos dari jerat hukum meski perbuatannya sudah vulgar dan di konsumsi masyarakat luas, jelas Bung MS.
“Yang pasti publik banyak yang kecewa dengar hasil bahwa dua pejabat ini bebas dari jerat hukum, hanya saja mereka tidak berani berbicara karena satu dan lain hal, tapi ingat ibarat sebuah bisul itu pada waktunya akan pecah juga”, tutup Bung Munandar Silayar.
Sementara itu dapat di informasikan jika Gakkumdu Bawaslu Sula telah mengeluarkan rilis bahwa dua pejabat Pemda Sula tersebut tidak memenuhi unsur melakukan pelanggaran pidana pemilu, namun demikian keduanya akan di laporkan ke KASN.
(RL)