Rangkap Jabatan Kepala DBPKAD Picu Kekacauan Pembayaran Jasa Medis di RSUD Muaralabuh

More articles

Solok Selatan, investigasi.news – Keterlambatan pembayaran jasa medis selama tujuh bulan di RSUD Muaralabuh, Solok Selatan, telah mencapai titik krisis. ASN di lingkungan rumah sakit tersebut kini menghadapi situasi sulit akibat penundaan ini, yang disebabkan oleh belum ditandatanganinya Surat Keputusan (SK) jasa medis oleh Bupati Solok Selatan.

RSUD Muaralabuh, sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), sangat bergantung pada pemasukan dari jasa pelayanan medis, yang menyumbang sekitar 60% dari total operasional setiap bulannya. Keterlambatan pembayaran ini telah menyebabkan gangguan serius dalam operasional rumah sakit. “Kami sudah bekerja keras memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, namun hak kami belum dipenuhi,” ungkap salah satu ASN yang enggan disebutkan namanya. “Kami berharap masalah ini segera diselesaikan agar operasional rumah sakit tidak terganggu dan kami bisa melanjutkan tugas dengan tenang.”

Baca Juga :  Tiga Fokus Pembangunan Pemerintah: SDM, Ekonomi, Infrastruktur

Diduga, keterlambatan ini juga terkait dengan proses administrasi yang tersendat di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD). Situasi ini telah menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan ASN RSUD Muaralabuh, mengingat jasa medis adalah sumber pendapatan utama mereka.

Menurut informasi yang diperoleh, penundaan ini bukan sekadar masalah teknis. Beberapa ASN menuduh bahwa Kepala DPKAD yang juga menjabat sebagai Direktur PDAM dan PLH Dinas Kesehatan, serta Ketua Dewan Pengawas RSUD, tidak mampu menjalankan tugasnya dengan efektif. โ€œKami sudah sering memperbaiki SK, tetapi selalu ada alasan dari Kepala DPKAD yang juga merangkap Dewas RSUD bahwa ada kesalahan. Ini sudah keterlaluan,โ€ ujar seorang ASN yang frustrasi.

Baca Juga :  Momentum Tahun Baru Islam di Solok Selatan: Peningkatan Sinergi dan Integritas

ASN lain menambahkan bahwa mereka sudah mengupayakan komunikasi hingga ke Bupati. Namun, Bupati beralasan administrasi dari DPKAD belum selesai. “Ini sangat mengecewakan. Kami yang berjuang di lapangan, tapi hak kami diabaikan,” tambahnya.

Media ini berusaha menghubungi Marfiandhika Arief, SE. Ak. CA., Kepala DPKAD, melalui WhatsApp untuk konfirmasi, namun tidak ada tanggapan. Ketidaktransparanan ini semakin memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dan ketidakmampuan dalam mengelola jabatan yang diemban.

Ironisnya, jika hak ASN RSUD disimpan di Bank Nagari tempat dana APBD dititipkan, bunga dari dana tersebut bisa mencapai jumlah yang signifikan. Perhitungan sederhana menunjukkan, jika hak 300 ASN senilai Rp 2-3 miliar per bulan ditahan selama tujuh bulan, total mencapai sekitar Rp 21 miliar. Dari jumlah tersebut, 40-50% adalah hak ASN yang mengendap di bank. “Kira-kira berapa bunga yang diperoleh dari nilai tersebut? Ya, mereka yang tahu,” sindir seorang ASN dengan nada marah.

Baca Juga :  Pemkab Solsel Dukung ASN Lanjutkan Pendidikan

Situasi ini menuntut tindakan tegas dan cepat dari pihak berwenang. Masyarakat dan pegawai RSUD Muaralabuh berharap ada langkah nyata untuk menyelesaikan permasalahan ini demi menjaga kelancaran pelayanan kesehatan di Solok Selatan. “Kami tidak butuh alasan, kami butuh tindakan nyata. Jangan korbankan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan kami karena ketidakmampuan birokrasi,” tutup seorang ASN dengan nada tegas.

Deno

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest