Malut, Investigasi.news – Publik di Kabupaten Kepulauan Sula pasti kenal serta familiar dengan kedua sosok ini, karena mereka sering muncul dalam pemberitaan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Belanja Tidak Terduga/BTT Pemda Kab. Kepulauan Sula Tahun Anggaran 2021 senilai Rp 28 miliar lebih.
Keduanya adalah Suryati Abdullah (SA) Kepala Dinas Kesehatan Pemda Sula dan Lasidi Leko (LL) anggota (aktif) DPRD Sula, keduanya berstatus sebagai terperiksa (saksi) dalam dugaan kasus Tipikor yang merugikan negara miliaran rupiah tersebut.
“Mereka berdua adalah gurango (istilah ikan besar dalam bahasa Sula) dalam kasus korupsi BTT, tapi hebatnya mereka sampai sekarang tidak tersentuh”, ujar sumber investigasi yang juga pemerhati kasus korupsi ini (26/1).
Kasus dugaan Tipikor BTT di Sula sudah memenjarakan 3 orang, mereka adalah pihak rekanan dan dua orang PPK, pada 2 item kegiatan yaitu pengadaan alat pendingin vaksin mesin TCW dengan tersangka (TSK) yakni MIH dan JPS dan pengadaan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dengan TSK MB.
Namun belakangan Kejaksaan Negeri Sula (Kejari-Sula) dipermalukan karena untuk TSK MIH dan JPS menggugat Kejari soal mentersangkakan mereka, dan pra peradilan ini dimenangkan keduanya, sehingga Kejari Sula dalam putusan pengadilan negeri (PN-Sanana) diperintahkan untuk membebaskan keduanya.
“Memang sedari awal aneh, Jaksa dia periksa siapa dan yang ditangkap dan dipenjarakan siapa”, sekarang terbukti lanjut sumber tadi.
Sedari awal Kejari Sula seperti memaksakan untuk mentersangkakan pengelola anggaran BTT periode Januari-3 Juni 2021, namun seperti ada kompromi dengan yang mengelola anggaran pada 4 Juni-31 Desember 2021.
Maka dari itu judul berita ini mengandung sarkasme, bahwa mereka benar dibidik namun kemudian lolos atau hanya pura-pura dibidik ? ini menjadi pertanyaan besar dalam penanganan perkara ini.
Publik bisa menilai, SA yang terlibat menyuap oknum Jaksa Kejari Sula dalam polemik penanganan perkara ini terakhir lolos, atau LL yang sudah vulgar sekali masyarakat mengakses informasinya bahwa BMHP yang jadi masalah dalam kasus ini ada di sekretariat partai miliknya di Sanana, tapi lagi-lagi bisa bebas dan seakan Jaksa tidak melihat apa-apa maupun sesuatu yang salah.
Terakhir Kejari Sula malah meneken MoU dengan Pemda Sula untuk mendukung pencegahan tidak pidana korupsi saat mengelola keuangan daerah, agak aneh karena Imanuel RH (Kepala Kejaksaan Negeri/Kajari Sula) itu mulai menjabat di Sula akhir bulan Agustus tahun 2022, namun baru terpikirkan buat MoU pencegahan dengan Pemda Sula awal tahun 2024.
“Makanya agak aneh, ini pencegahan korupsi atau pengamanan Korupsi, saling mengamankan begitu hahahaaa, namun kita sebagai masyarakat hanya bisa percaya bahwa ini bagian dari penegakan supremasi hukum”, sambung sumber investigasi sambil tertawa jenaka.
Kembali kepada SA dan LL keduanya nampak ’confident’ tidak akan termasuk dalam pusaran Tipikor BTT Tahun 2021, bahkan salah satu dari mereka nampak jumawa ke koleganya, ”potong jari syahadat ini kalo saya di tersangkakan korupsi BTT oleh Kejari Sula”, kurang lebih begitu sesumbarnya.
Sehingga sepertinya, untuk mengusut tuntas Tipikor BTT Tahun 2021 itu dari komitmen dan konsistensi aparatur penegak hukum, bukan lagi barang/alat bukti dilapangan, karena untuk menjerat keduanya apa lagi yang menjadi kendala?
Meski bukan opini publik yang dijadikan dasar konstruksi hukum untuk menjerat mereka, lagi dan lagi muncul pertanyaan yang harus terjawab diruang publik.
Karena baik publik atau kita semua yakin, ada aktor intelektual dibalik Tipikor BTT tahun 2021, sedang yang saat ini ditersangkakan kemudian ditahan masih sekedar figuran, demikian.
( RL )