NTT, Investigasi.News – Situs Liang Bua, yang terletak di Desa Liang Bua, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, telah menjadi salah satu situs arkeologi paling penting di Indonesia. Salah satu narasumber yang temui oleh media Investigasi (01/03/2025) bernama Benyamin Ampur, seorang warga Desa Liang Bua, telah setia menjaga situs ini selama 11 tahun ini. Ia menyaksikan langsung perkembangan dan penemuan-penemuan menarik yang mengungkap sejarah panjang manusia purba di wilayah tersebut.
Sejarah Situs Liang Bua dimulai jauh sebelum diakui sebagai situs arkeologi. Pada tahun 1965, lokasi ini pernah digunakan sebagai sekolah sebelum gedung sekolah resmi dibangun. Saat itu, seorang pastor Katolik yang juga guru seminar dari Mataloko melakukan penggalian di situs tersebut dan menemukan beberapa benda seperti kendi, beliung, dan tembikar. Meskipun benda-benda tersebut dianggap modern, temuan ini menjadi indikasi awal bahwa pernah ada manusia yang tinggal di sekitar gua (liang).
Pada tahun 1978-1979, para arkeolog dari Jakarta datang dan melakukan penelitian lebih lanjut. Mereka menemukan batu dan berbagai artefak lainnya. Namun, penelitian intensif baru dimulai pada periode 2001-2009 melalui kerja sama dengan arkeolog dari Australia. Hasilnya mencengangkan: ditemukan tulang-tulang manusia kerdil yang kemudian dikenal sebagai Homo Floresiensis, bersama dengan tulang-tulang binatang purba seperti gajah, komodo, burung bangau, dan tikus besar. Temuan ini berada di kedalaman sekitar 6 meter di dalam gua. Manusia purba tersebut diperkirakan memiliki tinggi hanya sekitar 1 meter 6 cm. Tulang asli Homo floresiensis kemudian dibawa ke Jakarta untuk dipelajari lebih lanjut dan disimpan di museum, sementara yang ada di Liang Bua saat ini hanyalah replika.
Pada tahun 2004, situs ini menarik perhatian internasional. Beberapa negara datang untuk meneliti dan melihat langsung gua (Liang Bua) tersebut. Namun, meskipun situs ini memiliki nilai sejarah yang tinggi, dampaknya terhadap masyarakat lokal dan sektor pariwisata masih terbatas. Pemerintah daerah melalui dinas pariwisata belum mampu memaksimalkan potensi situs ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Selama penelitian, tidak ditemukan tulisan atau prasasti apapun di situs ini. Hanya tulang dan batu-batu tajam yang diyakini digunakan sebagai alat oleh manusia purba. Pada tahun 2019, arkeolog dari Kanada kembali menemukan tulang di situs ini, namun tulang tersebut diduga berasal dari manusia modern, bukan Homo floresiensis.
Saat ini, Situs Liang Bua masih dalam proses penelitian oleh arkeolog nasional dan internasional. Temuan manusia purba Homo floresiensis dan binatang-binatang purba menjadikan situs ini sebagai salah satu lokasi penting untuk memahami evolusi manusia dan kehidupan prasejarah di Indonesia. Meskipun masih banyak misteri yang belum terungkap, Situs Liang Bua terus menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah manusia di bumi Flores.
S. Temi Laga